TERLUKA DISINI

"Boleh ditunggu 30 menit lagi kak" kata seorang kasir salah satu kafe ketika aku hendak memesan pasta. Aku berjalan menuju sebuah sofa klasik berwarna hitam. Ku sandarkan tubuhku, ku tundukkan kepala sejenak, terlihat sepasang sepatu cats berwarna biru. Aku memperhatikan tali-tali yang saling berhubungan mengikat kuat dan melindungi benda yang ada didalamnya. Ya.. seperti CINTA, jika dilindungi oleh kesetiaan yang tulus, hati akan senantiasa terjaga, rapih, utuh dan tidak kata sakit. "Liana" suara pria yang tak asing bagi telingaku, suara yang lembut menggetarkan hati. Ku arahkan pandanganku ke atas, kini aku tak lagi merunduk. Seperti jam tak lagi berputar bersama bumi, sesaat ku terpaku seperti rekat bibir ini membalas sapaan manis itu. Aku mengumpulkan keberanian walaupun terasa bergetar dibibir untuk membalasnya "Adam." Balasku dengan senyum kecil. "Sama siapa?" Tanya pria manis itu. "Sendiri. Kamu?" Tanyaku sembari melihat-lihat sekelilingnya memastikan tak ada sesosok perempuan cantik yang dicintai pria itu. "Sendiri juga" hahhh... aku lega mendengarnya, aku tak ingin membayangkan diriku berada diposisi itu. Posisi dimana aku tak bisa menahan tangis ketika lengan Adam rekat digandeng oleh jemari lentik kekasihnya. Ia lalu duduk disampingku. Hatiku mulai merasakan sesuatu yang aneh. Jantungku mulao berdegup tak normal. Aku sendiri takut bila suara dag-dih-dug dari jantungku sampai ketelinganya. Akupun memulai percakapan untuk mencairkan suasana. "Kamu ngapain disini?" "Ah... pikiran, hati, perasaanku lagi kacau" jawabnya dengan nada melemah. Ada apa sayang? Apa yang membuatmu seperti ini? Katakan padaku! Tunjukan orang yang menyakitimu! Bisik ku yang tak pernah diketahui olehnya. "Kenapa?" Tanyaku datar. Berusaha menyembunyikan semua pikiran yang ada di otaku. "Pacarku" jawabnya singkat. Oh. Ya aku sudah bisa menebaknya. Nanda. Satu-satunya alasan dia mengapa dia tersenyum, satu-satunya alasan pria yang pernah mencintaiku resah. Bisa kau bayangkan perasaanku saat Adam mengatakan alasan mengapa dia murung. Aku mulai tertunduk dan tak tau harus bicara apa. Aku tak mau munafik dengan sekedar bertanya apa yang terjadi. Aku tau semakin banyak aku tau, semakin banyak aku bertanya, itu akan membuat hatiku semakin teriris. "Kamu sendiri ngapain?" Tanyanya datar. "Aku? Ya karena mantan" jawabku singkat. "Mantan? Wah begitu berartinya dia untukmu ya. Sampai kamu galau terlalu larut. Beruntung dia. Aku saja dulu tak pernah kamu galaukan seperti ini" jawabnya begitu mengena. Aku tertegun sejenak. Kamu tak tau sayang bahwa mantan yang aku maksud adalah kamu. Kamu satu-satunya alasan buat aku seperti ini.

"Terlalu larut? Bagaimana kamu tau?" Tanyaku cemas. Aku cemas dia mengetahui aku sedang resah karenanya, aku takut dia mengetahui aku belum merelakan perpisahan 6 bulan yang lalu. "Lihat sepatumu, bibirmu" dia menatapku dalam. "Ya" jawabku. "Tak biasanya kau mau memakai sepatu cats dan bibirmu terlihat pucat seperti tak menggunakan lipstik" katanya sedikit menggoda. "Ah itu hanya perasaanmu saja, aku memang sedang malas berdandan. Jawabku mencoba meyakinkannya. Ya memang alasanku tidak memperhatikan penampilan juga karna Adam. "Bagaimana kalau kita menonton film?" Ajaknya. "Action" jawabku bersemangat. "6 bulan tidak bertemu, kamu banyak berubah ya" kata Adam sambil menatapku. "Maksud kamu?" Tanyaku heran. "Dulu kamu kan susah sekali aku ajak menonton film action." Dulu? Ternyata kamu masih ingat tentang aku, tak begitu penting bagiku apakah kamu mengingat semua detil bersamaku, yang penting kamu tak melupakan semua yang pernah ada antara kita. "Ya memang banyak yang berubah" sejujurnya aku masih tak menyukai film genre action. Tapi kali ini aku hanya ingin membuatmu nyaman bersamaku tanpa harus tertekan seperti dulu. Selalu mengikuti keinginanku. "Permisi kak" datang seorang waiters mengantarkan pesananku. "Wah kalian berdua serasi sekali, wajahnya mirip" Tegggg! Hatiku mencelos mendengar itu. Sayang, semua itu tak lagi ada. Yang ada hanya pertemanan. Bahkan aku tak tau apakah ini layak disebut pertemanan.

Aku dan Adam pergi ke gedung bioskop langganan kita dulu, jujur aku baru menginjak tempat ini lagi semenjak 6 bulanlalu. Aku tak berani pergi kesini, aku takut hatiku makin tertaut. Dingin suhu ruangan semakin menusuku terlebih lagi dingin hatiku saat ini, film action yang tak bisa aku nikmati membuat aku sibuk dengan ponselku. Aku melihat kesamping, ke arah Adam. Ternyata dia juga sedang tak memperhatikan filmnya. Mata kita saling bertemu, aku tak kuat menahan hangatnya tatapan mata indah itu. Aku berbalik tapi nafas Adam terasa hangat ditelengkuk, aku membalikan diri kearah Adam lagi. Tapi, dia langsung mencium bibirku, betapa bodohnya aku membiarkan dia bermain dengan bibirku membiarkan lidahnya bermain dalam mulutku. Semua itu berlangsung sekitar 15menit. Saat dia lelah, dia menyandarkan kepalanya kebahuku dia memeluku sambil menangis. Sesaat kemudian dia bercerita tentang masalahnya dengan Nanda. Aku semakin tak mengerti semua yang ada dipikirannya saat ini. Aku hanya bisa menangis dibalik peluknya. Bayangkan aku berciuman dengan mantanku sendiri yang kini sangat mencintai wanita lain sementara aku? Hatiku masih tertinggal padamu sayang. Sadarkah kamu? Ada yang terluka saat kau bercerita. Ada yang bersedia merelakan bahunya untuk kamu menangis, padahal ia sendiri menangis dibaliknya. Semua ini seperti memeluk air di derasnya hujan. Nyata, tapi tak dapat diraih.
sumber: Kawanku

0 komentar:

Rabu, 29 Mei 2013

TERLUKA DISINI

Diposting oleh Unknown di 08.24
"Boleh ditunggu 30 menit lagi kak" kata seorang kasir salah satu kafe ketika aku hendak memesan pasta. Aku berjalan menuju sebuah sofa klasik berwarna hitam. Ku sandarkan tubuhku, ku tundukkan kepala sejenak, terlihat sepasang sepatu cats berwarna biru. Aku memperhatikan tali-tali yang saling berhubungan mengikat kuat dan melindungi benda yang ada didalamnya. Ya.. seperti CINTA, jika dilindungi oleh kesetiaan yang tulus, hati akan senantiasa terjaga, rapih, utuh dan tidak kata sakit. "Liana" suara pria yang tak asing bagi telingaku, suara yang lembut menggetarkan hati. Ku arahkan pandanganku ke atas, kini aku tak lagi merunduk. Seperti jam tak lagi berputar bersama bumi, sesaat ku terpaku seperti rekat bibir ini membalas sapaan manis itu. Aku mengumpulkan keberanian walaupun terasa bergetar dibibir untuk membalasnya "Adam." Balasku dengan senyum kecil. "Sama siapa?" Tanya pria manis itu. "Sendiri. Kamu?" Tanyaku sembari melihat-lihat sekelilingnya memastikan tak ada sesosok perempuan cantik yang dicintai pria itu. "Sendiri juga" hahhh... aku lega mendengarnya, aku tak ingin membayangkan diriku berada diposisi itu. Posisi dimana aku tak bisa menahan tangis ketika lengan Adam rekat digandeng oleh jemari lentik kekasihnya. Ia lalu duduk disampingku. Hatiku mulai merasakan sesuatu yang aneh. Jantungku mulao berdegup tak normal. Aku sendiri takut bila suara dag-dih-dug dari jantungku sampai ketelinganya. Akupun memulai percakapan untuk mencairkan suasana. "Kamu ngapain disini?" "Ah... pikiran, hati, perasaanku lagi kacau" jawabnya dengan nada melemah. Ada apa sayang? Apa yang membuatmu seperti ini? Katakan padaku! Tunjukan orang yang menyakitimu! Bisik ku yang tak pernah diketahui olehnya. "Kenapa?" Tanyaku datar. Berusaha menyembunyikan semua pikiran yang ada di otaku. "Pacarku" jawabnya singkat. Oh. Ya aku sudah bisa menebaknya. Nanda. Satu-satunya alasan dia mengapa dia tersenyum, satu-satunya alasan pria yang pernah mencintaiku resah. Bisa kau bayangkan perasaanku saat Adam mengatakan alasan mengapa dia murung. Aku mulai tertunduk dan tak tau harus bicara apa. Aku tak mau munafik dengan sekedar bertanya apa yang terjadi. Aku tau semakin banyak aku tau, semakin banyak aku bertanya, itu akan membuat hatiku semakin teriris. "Kamu sendiri ngapain?" Tanyanya datar. "Aku? Ya karena mantan" jawabku singkat. "Mantan? Wah begitu berartinya dia untukmu ya. Sampai kamu galau terlalu larut. Beruntung dia. Aku saja dulu tak pernah kamu galaukan seperti ini" jawabnya begitu mengena. Aku tertegun sejenak. Kamu tak tau sayang bahwa mantan yang aku maksud adalah kamu. Kamu satu-satunya alasan buat aku seperti ini.

"Terlalu larut? Bagaimana kamu tau?" Tanyaku cemas. Aku cemas dia mengetahui aku sedang resah karenanya, aku takut dia mengetahui aku belum merelakan perpisahan 6 bulan yang lalu. "Lihat sepatumu, bibirmu" dia menatapku dalam. "Ya" jawabku. "Tak biasanya kau mau memakai sepatu cats dan bibirmu terlihat pucat seperti tak menggunakan lipstik" katanya sedikit menggoda. "Ah itu hanya perasaanmu saja, aku memang sedang malas berdandan. Jawabku mencoba meyakinkannya. Ya memang alasanku tidak memperhatikan penampilan juga karna Adam. "Bagaimana kalau kita menonton film?" Ajaknya. "Action" jawabku bersemangat. "6 bulan tidak bertemu, kamu banyak berubah ya" kata Adam sambil menatapku. "Maksud kamu?" Tanyaku heran. "Dulu kamu kan susah sekali aku ajak menonton film action." Dulu? Ternyata kamu masih ingat tentang aku, tak begitu penting bagiku apakah kamu mengingat semua detil bersamaku, yang penting kamu tak melupakan semua yang pernah ada antara kita. "Ya memang banyak yang berubah" sejujurnya aku masih tak menyukai film genre action. Tapi kali ini aku hanya ingin membuatmu nyaman bersamaku tanpa harus tertekan seperti dulu. Selalu mengikuti keinginanku. "Permisi kak" datang seorang waiters mengantarkan pesananku. "Wah kalian berdua serasi sekali, wajahnya mirip" Tegggg! Hatiku mencelos mendengar itu. Sayang, semua itu tak lagi ada. Yang ada hanya pertemanan. Bahkan aku tak tau apakah ini layak disebut pertemanan.

Aku dan Adam pergi ke gedung bioskop langganan kita dulu, jujur aku baru menginjak tempat ini lagi semenjak 6 bulanlalu. Aku tak berani pergi kesini, aku takut hatiku makin tertaut. Dingin suhu ruangan semakin menusuku terlebih lagi dingin hatiku saat ini, film action yang tak bisa aku nikmati membuat aku sibuk dengan ponselku. Aku melihat kesamping, ke arah Adam. Ternyata dia juga sedang tak memperhatikan filmnya. Mata kita saling bertemu, aku tak kuat menahan hangatnya tatapan mata indah itu. Aku berbalik tapi nafas Adam terasa hangat ditelengkuk, aku membalikan diri kearah Adam lagi. Tapi, dia langsung mencium bibirku, betapa bodohnya aku membiarkan dia bermain dengan bibirku membiarkan lidahnya bermain dalam mulutku. Semua itu berlangsung sekitar 15menit. Saat dia lelah, dia menyandarkan kepalanya kebahuku dia memeluku sambil menangis. Sesaat kemudian dia bercerita tentang masalahnya dengan Nanda. Aku semakin tak mengerti semua yang ada dipikirannya saat ini. Aku hanya bisa menangis dibalik peluknya. Bayangkan aku berciuman dengan mantanku sendiri yang kini sangat mencintai wanita lain sementara aku? Hatiku masih tertinggal padamu sayang. Sadarkah kamu? Ada yang terluka saat kau bercerita. Ada yang bersedia merelakan bahunya untuk kamu menangis, padahal ia sendiri menangis dibaliknya. Semua ini seperti memeluk air di derasnya hujan. Nyata, tapi tak dapat diraih.
sumber: Kawanku

0 komentar on "TERLUKA DISINI"

Posting Komentar